Jumat, 18 September 2009

Agar Mudik Lancar dan Aman

by Hilyat Hasan 
Tradisi tahunan menjelang lebaran memang sangat melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Bahkan boleh dibilang tradisi mudik menjelang lebaran adalah tradisi unik karena hanya ada (ramai) di Indonesia. Sementara negeri-negeri muslim lainnya tidak memiliki tradisi ini.
Berbagai kisah dan pengalaman selama mudik menjadi sesuatu yang cukup menarik untuk dibicarakan karena kita bisa berbagi pengalaman atau sekedar mencari tips-tips yang ada agar kalau mudik lagi di kemudian hari, dapat dilakoni tanpa kesulitan selama di perjalanan.
Mudik dengan keluarga/anak-anak juga memerlukan persiapan agar selama di perjalanan anak-anak merasa nyaman, aman dan tentunya mereka tidak akan terlalu rewel. Berikut apa saja yang harus diperhatikan dan dipersiapkan.
Secara umum , hal-hal seperti kendaraan yang dipakai untuk mudik, perbekalan baik uang, pakaian dan makanan perlu dipersiapkan dengan cermat.
1. Kalau kita mudik dengan kendaraan umum seperti bis atau kereta, pastikan bahwa barang-barang bawaan kita tidak terlalu banyak sehingga menyulitkan selama di perjalanan. Titipkan barang bawaan berupa tas besar berisi pakaian ataupun kardus kemasan di bagasi bis/kereta - biasanya dibagian belakang deretan kursi sehingga tidak mengganggu kenyamanan kita duduk manis di dalamnya. Sisihkan satu dua lembar pakaian anak-anak atau yang punya bayi dan balita untuk ganti mereka. Karena kadang-kadang pakaian anak-anak suka basah ketumpahan air minum atau muntahan mereka (untuk yang satu ini selalu sediakan kantong plastik didekat kita agar mudah dan cepat dijangkau). Eits jangan lupa popok bayi dan tisu basah buat yang punya bayi atau batita.
2. Perbekalan makanan. Jika anda orang yang suka hal yang praktis tentunya berfikir lebih gampang untuk beli di perjalanan. Tapi jika kita pergi bersama anak-anak, hal ini mesti dikesampingkan karena belum tentu di tempat kita singgah menemukan jenis makanan yang cocok untuk anak-anak. Lebih baik kita membawa perbekalan yang sudah disiapkan dari rumah seperti nasi dan lauk pauk kesukaan anak-anak yang dikemas praktis dalam wadah, roti dan biskuit. Jangan permen atau junkfood. Anak-anak biasanya rewel di perjalanan karena ia kurang nyaman. Bisa karena rasa lapar atau masuk angin. So jangan lupa bawa minyak telon atau kayu putih.
3. Hati-hati membawa uang dan memakai perhiasan. Saran saya pisahkan uang, ATM dsb. dalam dompet dan tas tangan sesuai kebutuhan agar aman sampai tujuan dan dapat dimanfaatkan sesuai keperluan. Sekalian untuk berjaga-jaga kalau terjadi hal yang tidak diinginkan, kita masih punya cadangan uang. Perhiasan usahakan tidak mencolok (dipakai semua seperti pajangan toko) atau disimpan ditempat yang aman dan terlindungi dari pandangan orang yang berniat jahat.
4. Mudik dengan kendaraan pribadi tentu lebih leluasa. Pastikan kendaraan yang akan kita pakai sudah siap untuk OTR. Cek semua oli, rem, ban dan mesin mobil juga cadangan air radiator. Bensin, ya I love you full....khan gak asyik kalau kehabisan bensin di jalan pas tempat sepi, malam hari lagi. Bisa mengundang!
5. Tata barang bawaan agar tidak merusak kenyamanan perjalanan, mis: terlalu banyak atau ditumpuk di dalam mobil sehingga bisa bikin anak-anak protes karena terganggu space mereka. Kalau bisa barang-barang bawaan tersebut diletakkan di carrybox di atas body mobil atau boleh juga disusun di dalam kabin dan ditutupi bed cover sehingga anak2 bisa tidur di atasnya. Jangan lupa untuk menyisihkan pakaian ganti anak2 seperti yang sudah ditulis di atas.
6.Membawa bayi dan batita memang ekstra repot. Oleh karena itu jangan lupa bawakan mereka mainan kecil dan juga perbekalan makanan seperti yang sudah saya sebut di atas plus susu dan dot mereka yang sudah diisi air hangat.
7. Sesekali berhentilah di perjalanan untuk beristirahat dan melemaskan otot-otot yang lelah dan tegang atau ketika mengantuk .
8. Bawa perlengkapan p3k berisi obat-obatan yang diperlukan.
9. Siapkan mental dan kesabaran selama di perjalanan karena bisa jadi kita mendapati hal-hal diluar perkiraan (mempersiapkan kemungkinan terburuk) seperti terjebak macet atau kendaraan yang dibawa bermasalah/rusak. Jika terjebak macet banyak cara untuk menghilangkan kejenuhan menunggu antrian kendaraan bergerak dengan membawa buku atau majalah untuk dibaca, menyetel lagu-lagu favorit, khusus yang bawa anak-anak kecil setelkan mereka lagu anak-anak kesukaan mereka. Bermain tebak-tebakan dengan anak-anak atau bila memungkinkan berhenti saja di suatu tempat sambil beristirahat. Kalau mobil atau kendaraan mendadak bermasalah carilah bengkel terdekat.
10. Terakhir, jangan lupa berdo'a sebelum berangkat dan selamat mudik!!!!
Nah semoga sedikit catatan di atas bermanfaat untuk kita semua terutama yang mau mudik. Bagi yang punya saran atau tips agar mudik lancar dan aman silahkan memberi komentar.

Rabu, 16 September 2009

BUKTI KEMU'JIZATAN AL QUR'AN

Kajian mengenai kemu'jizatan Al Qur'an merupakan kajian yang sangat penting, sebab ia merupakan bukti kenabian Muhammad SAW semenjak turunnya Al Qur'an sampai hari kiamat nanti (lihat Imam Ibnu Hazm, Ilmu Kalam 'inda Madzhab Ahli Sunnah hal 27). Kendati pun Nabi Muhammad saw memiliki banyak mu'jizat lainnya, akan tetapi beliau tidak menggunakan mu'jizat-mu'jizat itu sebagai tantangan (at tahaddy) bagi orang yang mengingkari kenabian beliau. Disamping itu, Al Qur'an merupakan mu'jizat Nabi Muhammad saw yang paling tinggi, paling besar dan paling ampuh untuk menaklukkan orang-orang yang ingkar terhadap kenabian beliau (Imam Syafi'iy, Fiqh Akbar, hal 40).
Oleh karena itu, selayaknya kita sebagai pengikut Nabi Muhammad saw mengkaji masalah kemu'jizatan Al Qur'an tersebut, untuk mengokohkan keimanan dan keterikatan kita terhadap risalah yang dibawa Muhammad saw. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kemu'jizatan Al Qur'an, keagungan dan kemuliaannya telah memberikan inspirasi bagi setiap lapisan masyarakat di sepanjang zaman untuk menggali aspek-aspek yang tidak mungkin ditiru. Ahli syair - seperti di negeri kita misalnya mencoba menerjemahkan Al Qur'an dengan berwajah puisi. Kaligrafinya bahkan dibuat unik sehingga menghasilkan mushaf Istiqlal. Para pakar sains dan teknologi menyimpulkan bahwa terdapat kurang lebih 1000 ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, dan usaha masing-masing profesi untuk menggali keagungan Al Qur'an nul Karim.
Namun yang lebih penting dari semua itu, Al Qur'an bukanlah kitab seni, atau kitab astronomi, kitab sains dan teknologi atau kitab yang berisi cerita-cerita ummat terdahulu. Tetapi Al Qur'an adalah petunjuk, rahmat, yang ditujukan bagi manusia agar mereka selamat, pembeda antara yang haq dan bathil - yang bertujuan untuk diterapkan oleh umat manusia.

Selasa, 15 September 2009

MEMBUMIKAN AL-QURAN

    Bulan Ramadhan sering disebut sebagai bulan al-Quran (syahr al-Qru’ân), setidaknya karena dua hal.
Pertama: pada bulan Ramadhanlah Allah menurunkan al-Quran, sebagaimana firman-Nya:
]شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ[
"Bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan yang batil" (QS al-Baqarah [2]: 185).
Allah SWT juga berfirman:
]إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ[
"Sesungguhnya Kami menurunkan al-Quran pada suatu malam yang diberkahi" (QS ad-Dukhan [44]: 3).
]إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ[
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran pada Malam Kemuliaan" (QS al-Qadr [97]: 1).
Karena itu, pada bulan Ramadhan ini—biasanya tanggal 17 Ramadhan—sebagian Muslim menyelenggarakan Peringatan Nuzulul Quran.
Kedua: pada bulan ini pula biasanya kaum Muslim lebih banyak dan lebih sering membaca dan mengkaji al-Quran dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Dalam tradisi kaum Muslim di Tanah Air, selama Ramadhan ada aktivitas rutin yang dikenal dengan istilah tadarus, yakni aktivitas membaca al-Quran, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan saling menyimak.
    Tentu baik menyelenggarakan Peringatan Nuzulul Quran. Dengan itu, setiap Muslim, paling tidak setiap setahun sekali, diingatkan tentang peristiwa turunnya kitab suci mereka, yakni al-Quran. Tentu baik pula, bahkan akan memperoleh balasan berlipat ganda, membiasakan tadarus selama bulan Ramadhan. Sebab, di luar Ramadhan saja, Baginda Rasulullah saw. telah menjanjikan pahala dari Allah berupa sepuluh kebaikan bagi setiap huruf al-Quran yang kita baca (HR at-Tirmidzi). Pahala membaca al-Quran tentu akan makin berlipat ganda jika dilakukan selama Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi saw. (HR Ibn Khuzaimah).
    Namun demikian, sejatinya kaum Muslim tidak lantas berhenti di sini, apalagi merasa puas hanya dengan Peringatan Nuzulul Quran dan kegiatan membaca al-Quran. Kaum Muslim hendaknya tidak hanya memperlakukan al-Quran sebagai kitab bacaan. Sebab, dalam ayat pertama yang dikutip di atas, jelas bahwa al-Quran Allah turunkan agar berfungsi sebagai hud[an] (petunjuk), bayyinât (penjelasan) dan furq[an] (pembeda; yang haq dengan yang batil) (QS al-Baqarah [2]: 125). Dalam ayat lain al-Quran juga menegaskan dirinya sebagai penjelas segala sesuatu (tibyân[an] li kulli syay’[in]), petunjuk (hud[an]) dan rahmat (rahmat[an]) bagi manusia (QS an-Nahl [16]: 89). Al-Quran bahkan merupakan obat penawar bagi kaum Mukmin (QS al-Isra’ [17]: 82) Pertanyaannya, sudahkah kaum Muslim saat ini mendudukkan al-Quran sesuai dengan seluruh fungsinya di atas? Ataukah al-Quran saat ini baru dijadikan sebagai kitab bacaan semata?

Jangan Mengabaikan al-Quran

Allah SWT berfirman:
]وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا [
"Berkatalah Rasul, “Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan.”  (QS al-Furqan [25]: 30).
    Ayat di atas menceritakan bahwa Rasulullah saw. mengadukan kepada Allah SWT perilaku umatnya yang menjadikan al-Quran sebagai mahjûr[an]. Kata mahjûr[an] merupakan bentuk maf‘ûl. Ia bisa berasal dari kata al-hujr, yakni kata-kata keji dan kotor. Dengan demikian, maksud ayat ini, mereka mengucapkan kata-kata batil dan keji terhadap al-Quran, seperti tuduhan al-Quran adalah sihir, syair atau dongengan orang-orang terdahulu (QS al-Anfal [8]: 31). (Ash-Shabuni, I/260). Kata mahjûr[an] juga bisa berasal dari kata al-hajr, yakni at-tark (meninggalkan, mengabaikan). Jadi, mahjûr[an] juga bisa bermakna matrûk[an] (yang ditinggalkan, diabaikan) (Al-Qanuji, IX/305).
    Banyak sikap dan perilaku yang oleh para mufassir dikategori hajr al-Qur’ân (meninggalkan atau mengabaikan al-Quran). Di antaranya adalah menolak untuk mengimani dan membenarkannya; tidak men-tadabbur-i dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; berpaling darinya menuju yang lain baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan atau tharîqah yang diambil dari selainnya; tidak mau menyimak dan mendengarkan al-Quran (Ibn Katsir, I/1335). Tidak mau berhukum dengan al-Quran, baik dalam perkara ushûl ad-dîn maupun furû’-nya, menurut Ibnu al-Qayyim, juga terkategori meninggalkan atau mengabaikan al-Quran (Wahbah Zuhaili, IXX/61).
    Semua tindakan tersebut haram (dosa) karena dikaitkan dengan ayat berikutnya:
]وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا[
"Seperti itulah Kami mengadakan bagi tiap-tiap nabi musuh dari para pendosa"  (QS al-Furqan [25]: 31).
Dalam ayat ini, jelas orang-orang yang meninggalkan dan mengabaikan al-Quran disejajarkan dengan musuh para nabi dari kalangan para pendosa.
Bentuk-bentuk Pengabaian al-Quran

    Jika kita cermati, gejala pengabaian al-Quran banyak dilakukan kaum Muslim—baik secara sadar ataupun tidak—dari berbagai level. Pertama: pada level masyarakat Muslim kebanyakan (awam), baik di kalangan bawah maupun kalangan menengah, kita sudah lama menyaksikan bagaimana al-Quran sekadar disimpan di rak-rak buku tanpa pernah dibaca, apalagi dikaji isinya dan diamalkan dalam realitas kehidupan. Kalaupun dibaca, biasanya sekadar pada bulan Ramadhan, seperti saat ini. Karena jarang dibaca, otomatis al-Quran pun jarang dikaji. Karena jarang dikaji, otomatis pula al-Quran jarang diamalkan. Masyarakat lebih tertarik dan bersemangat untuk membaca koran atau rajin menonton TV, misalnya, ketimbang membaca al-Quran. Wajar jika kemudian mereka, misalnya, lebih gandrung dengan apa yang dipropagandakan oleh koran atau TV—yang notabene lebih banyak mengusung gagasan-gagasan atau pesan-pesan yang bersumber dari akidah Sekularisme—ketimbang gagasan-gagasan dan pesan-pesan yang berasal dari al-Quran. Dalam tataran pemikiran, hal ini dapat dibuktikan dengan penerimaan sebagian besar masyarakat yang lebih gandrung dengan demokrasi, HAM, kebebasan, emansipasi dll ketimbang gagasan-gagasan dan pesan-pesan Islam seperti penerapan syariah Islam secara kâffah (total). Dalam tataran kehidupan praktis, hal ini dapat diindikasikan dengan gandrungnya sebagian besar masyarakat terhadap gaya hidup Barat yang cenderung bebas dan liar. Kaum wanita Muslim, misalnya, banyak yang lebih suka berpakaian ala Barat yang mempertontonkan sebagian (bahkan sebagian besar) auratnya ketimbang menutup auratnya dengan jilbab dan kerudung. Para remaja banyak yang lebih suka bergaul bebas ketimbang terikat dengan aturan-aturan syariah. Kedua: pada level kaum intelektual Muslim, kita juga menyaksikan bagaimana al-Quran diperlakukan secara ‘semena-mena’; sesekali dikritisi, bahkan tak jarang digugat—meskipun tentu tidak secara terang-terangan alias dibungkus dengan berbagai istilah dan jargon, seperti ‘reaktualisasi’ ataupun ‘reinterpretasi’ al-Quran. Munculnya sikap ‘kritis’ terhadap al-Quran tidak lain karena didasarkan pada praanggapan bahwa al-Quran—meskipun dipandang suci—hakikatnya adalah kumpulan teks, yang sama dengan teks-teks lain. Bahkan Nashr Hamid Abu Zayd, misalnya, dalam Mafhûm an-Nash; Dirâsât fî ‘Ulûm al-Qur’ân, secara tegas menyatakan bahwa al-Quran bukanlah kalamullah, ia hanyalah produk budaya (muntâj ats-tsaqâfi); hasil persepsi Muhammad saw. terhadap kalam Allah yang sebenarnya. Ketiga: pada level negara/penguasa, upaya mengabaikan al-Quran sesungguhnya lebih kentara lagi. Bagaimana tidak? Selama ini, al-Quran nyaris tidak dilirik, bahkan cenderung dicampakkan. Enggannya penguasa untuk menerapkan hukum-hukum Allah SWT yang bersumber dari al-Quran dan malah lebih rela melakukan legislasi hukum-hukum sekular buatan manusia adalah bukti nyata dari tindakan mereka melakukan pengabaian al-Quran. Allah SWT telah mengecam sikap demikian:
]أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا[
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah mengimani apa saja yang telah diturunkan kepadamu dan pada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhukum pada thâghût, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkarinya. Setan bermaksud menyesatkan mereka sejauh-jauhnya"  (QS an-Nisa’ [4]: 60).
    Yang lebih tragis, pejuang syariah Islam diperlakukan oleh penguasa—secara langsung ataupun karena tekanan Barat (baca: AS) sebagai teroris, atau paling tidak, sebagai ancaman; seolah-olah memperjuangkan tegaknya syariah Islam lebih jahat daripada tindakan kriminal seperti korupsi, misalnya. Sikap ini—ditegaskan oleh al-Quran—adalah sikap orang-orang munafik:
]وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودً ا[
"Jika dikatakan kepada mereka, "Marilah kalian (tunduk) pada hukum yang telah Allah turunkan dan pada hukum Rasul," niscaya kalian melihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kalian"  (QS an-Nisa’ [4]: 61).
Membumikan al-Quran, Membutuhkan Negara

    Wacana tentang pentingnya membumikan al-Quran sudah sering dilontarkan oleh para ulama, intelektual dan aktivis Muslim. Namun, hingga kini wacana itu masih tetap berupa wacana, tidak mewujud menjadi realita. Al-Quran masih dijadikan sekadar kitab bacaan, tidak dijadikan pedoman, apalagi dijadikan sebagai sumber hukum dan perundang-undangan. Padahal al-Quran berisi sistem kehidupan yang harus diterapkan. Di dalamnya terdapat hukum yang mengatur seluruh segi dan dimensi kehidupan (QS an-Nahl [16]: 89).
    Harus disadari, sebagian hukum itu hanya bisa dilakukan oleh negara, semisal hukum-hukum yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan, plitik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan politik luar negeri; termasuk pula hukum-hukum yang mengatur pemberian sanksi terhadap pelaku pelanggaran hukum syariah (‘uqûbât). Hukum-hukum seperti itu tidak boleh dan tidak mungkin diterapkan oleh individu. Semua itu hanya mungkin dan sah dilakukan oleh negara (penguasa). Dalam Islam, negara semacam ini adalah Khilafah, dan penguasanya disebut khalifah.
    Berdasarkan fakta ini, keberadaan negara (Khilafah) adalah dharûrî (sangat penting). Tanpa Khilafah, mustahil kita bisa membumikan al-Quran. Tanpa Khilafah, banyak sekali ayat al-Quran yang dicampakkan. Padahal menelantarkan al-Quran—walaupun sebagian—termasuk tindakan haram (dosa). Karena itu, berdirinya Khilafah—tentu Khilafah ‘ala Minhâj an-Nubuwwah) harus disegerakan agar tidak ada satu ayat al-Quran pun yang diabaikan. Inilah seharusnya yang dijadikan pesan penting dalam Peringatan Nuzul Quran seperti saat ini.

Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. []

KOMENTAR:
DPR Satu suara Sahkan UU Ketenagalistrikan (detik.com, 08/09/09)
Artinya DPR satu suara untuk me-“liberal”-kan listrik, yang pasti akan menjadikan listrik makin mahal

_________________________________________________________________

Community Service

Rasulullah, peace be upon him, preferred to do most of his household work himself. He participated fully in community activities and shared responsibilities when he travelled.

Once, Rasulullah was traveling with his Sahaba (companions). In the evening the caravan stopped. They pitched their tents and began preparations for dinner. Everyone divided the various responsibilities, such as kindling the fire and slaughtering the animals for the meal.

A Sahabi told Rasulullah, "O Prophet of Allah, we are your companions and there are enough of us to care for the camp. You do not have to work. You should rest."

Rasulullah said, "No, I am no better than any other human being. I am one of you and I should participate in the work."

Then he chose the task of bringing wood for the fire. He walked out to the woods and returned with dry kindling. The Sahaba lit the fire and cooked dinner.

Rasulullah set an example for the community leader. In one of his traditions he advises the Ummah, "The leader of the community is their servant."

MUHASABAH

Biarpun 'lelatu', terasa panas juga. Cobalah kita dekatkan muka kita ke bakaran sampah, percikan lelatunya akan bikin kita tidak tahan. Paman Nabi SAW, Abu Thalib, menurut sebuah riwayat, adalah satu-satunya orang yang menerima siksa paling ringan di neraka dan, karena itu, cukup ditempatkan di 'pucuk'nya. Tetapi, lelatu api itu saja tentu membuatnya kepanasan. Peringatan agar kita tidak tersentuh api (neraka), sebenarnya, cukup banyak. Makan harta anak yatim dengan semena-mena, misalnya, bahkan disamakan dengan 'makan' api (Q. S. 4: 10), yang kadar panasnya, tentu saja, lebih dari sekadar diusap lelatunya. Menyembunyikan ilmu, bagi seorang cerdik cendekia, ancamannya 'pecut' api di hari kiamat (Hadis riwayat Abu Dawud dan Turmuzi). Bahkan, hanya dengan menyakiti tetangga, seseorang diancam api neraka (Hadis riwayat Muslim).

Manusia, adalah makhluk yang, oleh Alquran, diberi stempel kafur (pembangkang), zaluman jahula (goblok aniaya), dan halu'an (gelisah, pemberontak) yang cukup membuatnya kebal muka atau kurang peduli meski terhadap ancaman-ancaman. Pembangkangan atau mengulang-ulang kesalahan, seakan sudah menjadi sifat sehari-hari manusia. Karena itulah, agar kita tidak jatuh menjadi makhluk yang kafur, zaluman jahula, dan halu'an, sebaiknya kita sering bermuhasabah, mengkalkulasikan jumlah kekhilafan yang kita perbuat kemarin dan hari ini. Adakah sumber rezeki kita yang tidak halal? Sudah bersihkan ucapan-ucapan kita? Apakah kita sudah menunaikan zakat, serta peduli dengan nasib orang lain? Kepada tetangga, apakah kita cukup akur? Apakah kita juga memendam kemunafikan? Dan seterusnya.

Hasil muhasabah itu akan terlihat, setidaknya dari barometer seperti yang digunakan oleh Rasulullah SAW, ''Barangsiapa keadaannya hari ini lebih baik dari hari kemarin, dia adalah orang yang beruntung. Barangsiapa yang keadaannya hari ini seperti hari kemarin, dia sudah tertipu. Dan barangsiapa keadaannya hari ini lebih buruk dari hari kemarin, terkutuklah dia.'' (Hadis riwayat Hakim). Kita tentu tidak ingin menjadi orang yang tertipu, apalagi terkutuk. Kita tentunya ingin selamat, bahkan dari sentuhan lelatu pun.
___________________________________________________________________

LAILATUL QADAR

Lailatul qadar, sering juga disebut Malam Kemuliaan. Inilah malam turunnya takdir Allah yang baik bagi hamba-Nya. Ibadah di malam mulia ini lebih baik dari beribadah seribu bulan (Q. S. 87: 2). Pada malam lailatul qadar para malaikat dan Jibril berdesakan turun ke bumi membawa segala urusan yang baik. Rizki, ilmu pengetahuan, kebahagiaan, keberkahan, dan sebagainya diberikan kepada hamba-hambaNya yang beribadah di malam yang mulia ini (Q. S. 87: 3 dan 89: 16). ''Di saat lailatul qadar,'' sabda Nabi SAW, ''Jibril dan malaikat yang lainnya turun ke bumi, seraya memohon ampunan dan keselamatan bagi setiap hamba Allah yang beribadah di malam lailatul qadar.'' Karena kemuliaannya, banyak orang Islam yang lalu menantikan lailatul qadar, dengan berbagai kegiatan ibadah. Keadaan ini akan bertambah khusuk bila tiba sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Mereka bersandar pada hadis Nabi riwayat Aisyah ra: ''Jika telah datang sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW lebih mempererat ibadahnya, dan beliau membangunkan seluruh keluarganya.''

Hadis di atas memotivasi umat Islam agar bertambah giat beribadah. Terlihat, di berbagai masjid, umat Islam khusuk beribadah, ada yang tadarus Alquran, salat tarawih, salat malam, mengkaji ilmu-ilmu keislaman serta berbagai kegiatan ibadah lainnya. Ini karena Rasulullah SAW telah memberi gambaran bahwa untuk mendapatkan lailatul qadar harus beribadah secara sungguh-sungguh di bulan yang penuh berkah ini. Minimal ada dua syarat untuk mendapatkan malam lailatul qadar. Pertama, fal yastajibu li, hendaknya memenuhi segala ketentuan-ketentuan Allah dan menjauhi berbagai larangan-Nya secara konsekuen dan konsisten. Kedua, fal yu'minu bi, memantapkan keyakinan kepada Allah atas segala janji-janji-Nya.

Dua kriteria di atas merupakan syarat akan dipenuhinya segala permohonan. Firman-Nya, ''Aku akan mengambulkan permohonan orang-orang yang berdoa, bila mereka memohon kepadaKU.'' (Q. S. 2: 186). Lalu, apa hikmah dari malam lailatul qadar? Orang yang mendapat lailatul qadar, dalam hidupnya akan senantiasa mendapat bimbingan dan petunjuk ke jalan lurus, al-shirath al-mustaqim. Artinya, ia akan mendapat aspirasi dan inspirasi untuk menatap hidup masa mendatang yang lebih baik. Kita amat kerap berikrar: Tunjukilah kami jalan lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka (Q. S. 1: 5-7). Petunjuk jalan yang lurus itu akan tersingkap di saat tiba lailatul qadar. Semoga.

____________________________________________________________________

LAYLATUL QADR


 
 In the name of God, Most Gracious, Most Merciful We have indeed revealed this (Message) in the Night of Power: And what will explain to thee what the Night of Power is? The Night of Power is better than a thousand months. Therein come down the angels and the Spirit by God's permission, on every errand: Peace!...This until the rise of morn!
Surah 97 The Holy Qur’an

The Holy Qur'an contains a short surah dedicated to Laylatul Qadr. Surah Al-Qadr is the 97th surah and consists of five verses. However, these short verses carry great meaning and guidance. They tell us all we need to know about the essence and spirit of Laylatul Qadr.

Laylatul Qadr falls sometime within the last 10 days of Ramadhan.
"Seek it in Ramadan in the last ten nights. For verily, it is during the odd nights, the twenty-first, or the twenty-third, or the twenty-fifth, or the twenty-seventh, or the twenty-ninth, or during the last night." Sahih Hadith Ahmad 5:318

Laylatul Qadr is the most blessed night. A person who misses it has indeed missed a great amount of good. If an individual wants to obey his Lord, increase the good deeds in his record and have all past sins forgiven, they should take part in Laylatul Qadr.
“Whoever stays up (in prayer and remembrance of Allah) on the Night of Qadr fully believing (in Allah’s promise of reward for that night) and hoping to seek reward (from Allah alone and not from people), he shall be forgiven for his past sins.” Sahih Hadith Bukhari / Muslim
We should strive to find this night, and then pass it in worship and obedience. If this is done for the sake of Allah, with sincerity, then all past sins will be forgiven. However, if a person misses out on worship during Laylatul Qadr they truly are a deprived person.

This night is full of reward and blessing and is equivalent to a thousand nights of worship. Anyone who takes part in Laylatul Qadr will have worshipped an equivalent of eighty three years and three months. It is as if a person has spent an entire lifetime in non-stop worship.
“The Night of Power is better than a thousand months.” 97:3 The Holy Quran
"Allah's Messenger, sallallahu `alayhi wa sallam, looked back at the previous communities and saw that his community lived for a much shorter period in comparison to them. He was concerned about how his community would be able to gain as many rewards as those of the previous communities. So when Allah the Exalted saw the concerns in the heart of His Beloved, sallallahu `alayhi wa sallam, then he, sallallahu `alayhi wa sallam, was given Laylatul-Qadr, which is more virtuous than a thousand months." (Imâm Mâlik, Muatta)

Worship during this night can take on many forms. Here are a few suggestions to help you through Laylatul Qadr:

• Plan ahead if you are working. If you are going to spend a night awake in worship, book the following day off.

• Take regular breaks during the night to avoid getting over-exhausted. Try switching between different forms of worship instead.

• Perform Itikaaf (seclusion in a mosque for worship) – If possible, take a vacation for the last 10 days of Ramadhan. If you cannot stay at your local mosque ask family or friends to help out during your Itikaaf at home. If you cannot spend all 10 days in Itikaaf, then do as many days as you can - even if it is only one day.

• Increase the recitation of the Qur'an, and reflect on the meaning of the verses, especially the verses used in Salah. This will help you concentrate.

• Increase Salah (prayer).

• Find out if there are any events organised, and take your family along.

Doing all of the above activities may be too much to do throughout the night but is far better than social gatherings and meaningless talk that we stay awake for.

If your Arabic is not very strong then there are many good English translations of Qur'an and Hadith, which can be used instead. Other useful reading might include books of tafsir (Qura’n commentary), books on the lives of the Prophets (upon whom be peace), and books of fiqh (Islamic jurisprudence) as well as Du’a books.

The days of Laylatul-Qadr are an important time for worship, especially the last 10 days. We should pray sincerely from our hearts in order to be saved from the hellfire. This is a good opportunity not only to pray for ourselves but also for our fellow brothers and sisters, for if we can not do anything else then our prayers will help.

Ibn Abbas (RA) heard the Prophet (SAAWS) advising someone, saying, “Take advantage of five before five: You’re youth before your old age, your health before your sickness, your wealth before your poverty, your free time before you become occupied, and your life before your death.”

May Allah help us to purify our hearts, strengthen our faith, and enable us to meet every challenge, and overcome every difficulty in our lives. May Allah allow us to serve Him with sincerity in our work, study, professional, business, family and social lives. When the time comes for us finally to return to Him, may Allah admit us to the companionship of those whom He loves.
 
_________________________________________________________________

I'TIKAF


"Adalah Rasulullah SAW apabila memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, selalu menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggangnya" (HR. Imam Bukhari dan Muslim dari Siti 'Aisyah).

Hadis dari Siti 'Aisyah tersebut memberi isyarat tentang adanya sunnah Rasul yang khusus dalam menghadapi sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan. Pada hari-hari itu, Rasul biasa menghidupkan malam dan mengisinya dengan berbagai macam kegiatan ibadah yang menunjukkan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Rasul juga mengajak istri dan keluarganya serta para sahabat untuk melakukan kegiatan yang sama. Inilah yang disebut dengan kegiatan I'tikaf Asyrul - Awahir.

I'tikaf, seperti dijelaskan didalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 187, adalah berdiam diri di masjid melakukan kegiatan ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT. Selain itu, dalam beri'tikaf, kita diharapkan melakukan kegiatan muhasabah (introspeksi diri) terhadap hal-hal yang lalu, melihat kekurangan dan kelemahan diri, untuk kemudian berusaha memperbaiki diri, meningkatkan kwalitas keimanan dan ketakwaan, memperbaiki hubungan dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia. Dalam kegiatan i'tikaf ini diharapkan ada dialog internal dengan diri sendiri secara intensif, ada proses pengenalan diri dan penyadaran diri secara jernih, siapa diri kita yang sebenarnya, masihkah kita secara konsisten menjadi hamba Allah SWT, atau telah bergeser menjadi hamba perut, hamba seksual, hamba materi, hamba kedudukan atau jabatan?

Untuk sampai pada proses tersebut, dalam i'tikaf kita ''dipandu'' dengan kegiatan-kegiatan taqarrub seperti berdoa', membaca tasbih, tahmid, takbir, tahlil, istighfar, membaca dan mentadabburi ayat-ayat Alquran. Kita pun dianjurkan untuk membawa dan mempelajari Sunnah Rasul-Sirah Nabawiyyah, salat sunnah seperti tahajjud, taubat, hajat, ataupun mendengarkan ceramah dan nasihat agama. Ada doa yang dianjurkan dibaca ketika kita melakukan i'tikaf seperti dikemukakan dalam sebuah hadis sahih riwayat Imam Ahmad, Ibn Majah dan Nasai dari Siti 'Aisyah, bahwa Rasulullah menganjurkan membaca doa Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu anni (Ya Allah, sesungguhnya engkau adalah Dzat yang Maha Pengampun, ampunilah kami dari segala dosa dan kesalahan).

Dalam beri'tikaf kita boleh melakukan kegiatan-kegiatan tambahan yang memperkuat kesadaran diri kita kepada Allah SWT maupun kepada sesama manusia, misalnya berdiskusi tentang problematika ummat, membicarakan konsep-konsep Islam tentang masalah-masalah kehidupan atau hal-hal yang situasional dan kondisional yang berhubungan dengan jamaah masjid di lingkungan kita. Pendeknya memperkuat komitmen keimanan dan ketakwaan yang terjabar dalam semua aktifitas yang akan kita lakukan. Dengan demikian, maka tujuan i'tikaf adalah sama dengan tujuan ibadah puasa itu sendiri, yaitu mudah-mudahan menjadi orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah ayat 183). Wallahua'lam bisshawab.

Inner Dimensions of Fasting - The Real Purpose!


Reported on the authority of Sahl bin Sa'ad (R) that the Prophet (peace be upon him) said, "Jannah (paradise) has an entrance by the name of AR-RAYYAAN which is exclusively reserved for the fasting individuals. On the Day of Judgment, they will be called to pass through this entrance, after which it will be closed behind them and no one else will be allowed to use it." It should be known that there are three grades of fasting: Ordinary, Special and Extra-special. Ordinary fasting means abstaining from food, drink and sexual satisfaction. Special fasting means keeping one's ears, eyes, tongue, hands and feet-and all other organs-free from sin. Extra-special fasting means fasting of the heart from unworthy concerns and worldly thoughts, in total disregard of everything but Allah.See not what displeases Allah: A chaste regard, restrained from viewing anything that is blameworthy or reprehensible, or which distracts the heart and diverts it from the remembrance of God. The Prophet, said: "The furtive (secret) glance is one of the poisoned arrows of Satan, on him be God's curse. Whoever forsakes it for fear of God, will receive from Him, Great and Gracious is He, a faith the sweetness of which he will find within his heart."

Jabir relates from Anas that God's Messenger, on him be peace,said: "Five things break a man's fast: lying, backbiting, scandal mongering,perjury and a lustful gaze." Speak no evil: Guarding one's tongue from twaddle, lying,backbiting,scandal mongering, obscenity, rudeness, wrangling and controversy; making it observe silence and occupying it with remembrance of Allah and with recitation of the Qur'an. This is the fasting of the tongue.

Sufyan said:"backbiting vitiates the fast." Layth quotes Mujahid as saying: "Two habits vitiate fasting: backbiting and telling lies." The Prophet (pbuh) said:"Fasting is a shield; so when one of you is fasting he should not use foul or foolish talk. If someone attacks him or insults him, let him say: 'I am fasting, I am fasting!' " Hear no evil: Closing one's ears to everything reprehensible; for everything unlawful to utter is likewise unlawful to listen to. That is why Allah equated the eavesdropper with the profiteer " (They like to) listen to falsehood, to devour anything forbidden" (Qur'an 5: 42)
 
_________________________________________________________________

OBJECTS OF I'TIKAAF AND ITS ADVANTAGES


In view of the above, it is advisable that everyone entering the Masjid to join the congregational prayer should, on entering the Masjid, make the Niyyat for 'I'tikaaf', in that case it means that aslong as he remain busy with Salaat, Zikr, listening to lectures or sermons he also receive reward for the I'tikaaf. I always observed that my late father used to make 'Niyyat' for I'tikaaf whenever he entered the Masjid. Occasionally, by way of teaching and reminding his followers, he would raise his voice when reciting when reciting the words for 'Niyyah'. The reward for I'tikaaf is great as indicated by the fact that the Holy Prophet (sallallahu alaiyhi wassallam) always used to perform I'tikaaf. The example of him who resides in the Masjid in I'tikaaf is that of a person who, having gone to a certain place to appeal for something, remains there until it is granted. When someone comes begging at our door and then refuses to leave until he has been granted his request. I am sure that even the person with the hardest heart amongst us will eventually give in to his request. How much more Merciful is Allah, and when someone persistently sits at His door, what doubt can there be in the fulfilment of his wishes. Allama ibn Qayyim, in explaining the significance of I'tikaaf writes that the actual aim is to divert the heart away from everything except Allah, and to make it come near to Allah, thereby forming a complete spiritual connection with the Creator. All wordly connections are thus cut off, for the sake of gaining Allah's attention and all thoughts, desires, love and devotion become centred around Him. As a result, an attachment with Allah is attained - a love and friendship that will be the only support in loneliness of the grave. One can possibly imagine the great ecstacy with which that time in the grave will be spent. In Maraaiqul Falaah, the author writes that I'tikaaf, when properly and sincerely performed, is among the most virtuous deeds. One cannot possibly enumerate all the great advantages and benefits in it. In actual fact, what takes place in I'tikaaf is that the heart is drawn away from everything else except the Creator, while the soul is actually laidat His door-step.

All the time, one remains in a state of 'Ibaadah', even when one is asleep, one is still in His worship striving for nearness to Him. And Allah says (according to a Hadith): "Whoever draws near to Me (the length of) one hand, then I draw nearer to him (the length of) two hands, and whoever draws near to Me by walking, I draw nearer to him by running." Moreover, in I'tikaaf one seeks refuge in the house of Allah, and is safe therein from all enemies

_________________________________________________________________

Senin, 14 September 2009

Tips for the Night of Power



Here are some tips of things we can do on the Night of Power and the time before and after it.

1. Do Itikaf

It was a practice of the Prophet to spend the last ten days and nights of Ramadan in the masjid for Itikaf.

Those in Itikaf stay in the masjid all this time, performing various forms of zikr (the remembrance of Allah), like doing extra Salat, recitation and study of the Quran. They do not go outside the masjid except in case of emergencies, therefore, they sleep in the masjid. Their families or the masjid administration takes care of their food needs.

Itikaf of a shorter period of time, like one night, a day or a couple of days is encouraged as well.

2. Make this special Dua

Aisha, may Allah be pleased with her, said: I asked the Messenger of Allah: 'O Messenger of Allah, if I know what night is the night of Qadr, what should I say during it?' He said: 'Say: O Allah, You are pardoning and You love to pardon, so pardon me.' "(Ahmad, Ibn Majah, and Tirmidhi).

The transliteration of this Dua is "Allahumma innaka `afuwwun tuhibbul `afwa fa`fu `annee"

3. Reflect on the meaning of the Quran

Choose the latest Surah or Surahs you've heard in Tarawih and read their translation and Tafseer. Then think deeply about their meaning and how it affects you on a personal level.

4. Make a personal Dua list.

Ask yourself what you really want from Allah. Make a list of each and everything, no matter how small or how big it is, whether it deals with this world or not. Allah loves to hear from us. Once this list is ready, you can do three things:

* Ask Allah to give you those things
* Think about what actions you have taken to get those things
* Develop a work plan to get those things in future.

5. Evaluate yourself.

Ask yourself those questions that need to be asked. Do an evaluation of where you are and where you are going. Let this evaluation lead you to feel happiness for the good you have done and remorse for the bad you have done. This latter feeling should make it easier to seek Allah's sincere forgiveness when making the Dua mentioned in tip number one above.

6. Have Iftar with the family

If you've spent Iftar time on weekdays in your cubicle at work alone with a couple of dates, now is the last few days you'll have this Ramadan to spend with your family. Use it wisely.

7. Finish reading a book on the Prophet

Read about the Prophet's life, which can increase your love for him and Islam by seeing how much he struggled for Allah's sake. It may inspire you to push yourself even harder during these last ten nights. This community is built on sacrifice.
_________________________________________________________________

Thankfulness in Hunger

When the Muhajirun (immigrants from Makkah) arrived in Madinah, they did not have enough money to support themselves. So they were divided into groups of ten or twelve and were welcomed as guests of the families of the Ansar (residents of Madinah). Rasulullah, pease be upon him, stayed with Abu Ayyub al-Ansari, may Allah be pleased with him. Abu Ayyub was not a rich man, but he did everything he could for the comfort of Rasulullah and his group.

The Prophet's group had a few sheep. At night, they milked the sheep and drank it, saving for those who were not present at the time.

One night Rasulullah arrived late and found no milk left for him. The Sahaba (companions) had not realized that Rasulullah had not had any. They felt bad for forgetting to save his share. Though Rasulullah never ate very much, that day he was very hungry. He said, "O Allah, feed well the man who feeds me today."

Miqdad, may Allah be pleased with him, heard this and immediately spoke up, "O Rasulullah. I will slaughter my goat for you."

But Rasulullah said, "O Miqdad, please don't do that. Our need for milk each day is greater than our need for meat today."

When Rasulullah tried to milk the sheep, just a little bit came out. He drank that, thanked Allah and went to sleep. The companions reported that Rasulullah said nothing and showed no anger about their inconsiderate behaviour. Rather he thanked Allah for the little he had to drink.

_________________________________________________________________

Insolence and Arrogance

Al-Qasas (The Story) Sura 28 : Verse 78
by : Idrees MeloocyIslam: Submission to God, Peace


"Answered he (Qarun): 'I have been given this wealth only by virtue of the knowledge that I have.' Did he not know that God had destroyed many a generation that preceded him, and who were far more powerful and greater in wealth than he? The guilty are not questioned about their sins."

This is the attitude of one who chooses to be oblivious to the source of the blessings he has been given. Qarun has been blinded by his wealth. Such people are common, seen in all societies. Many a rich person believes that his knowledge and effort are the only means by which he has amassed his wealth. Hence, he is not to be questioned about the way he uses his wealth, what he spends or for what purpose, whether it be for good or foul. No thought does he entertain of God or earning His pleasure.

Islam accepts private ownership and appreciates people's efforts in this regard, provided that they remain within the realm of what is permissible. While it does not belittle the importance of private effort, it stipulates a certain method of spending money just like it stipulates rules and methods that must be observed in acquiring it. Its system combines balance and moderation. It does not deprive anyone of the fruits of their enterprise, but at the same time it does not approve either unrestricted indulgence or miserly hoarding. It gives the community its dues in such wealth, as well as the right to watch and monitor the methods of obtaining, investing, spending and enjoying wealth.

Qarun, however, did not appreciate the blessings granted by his Lord. He did not abide by the divine method, but instead turned away arrogantly. Therefore, a warning was issued to him for his insolence and arrogance: If he believed himself to be powerful and rich, God had in the past destroyed communities that were far more powerful and wealthy. He should have known this, because it is such knowledge that saves man from destruction. Let him know, then, that he and all guilty people like him are worth nothing in God's sight. They are not even worth questioning about their sins. They are neither the arbiters nor the witnesses.
________________________________________________________________

Jumat, 04 September 2009

Negeri yang Pandai Menghibur Diri

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Kalau dipikir-pikir, apa sih manfaatnya infotainment? Dari namanya saja sudah jelas betapa kejinya : infotainment = information + entertainment. Apa artinya ini? Apakah info-info tertentu dianggap sebagai hiburan?

Informasi mengenai perang saudara yang berhenti berkecamuk jelas menghibur. Lokalisasi digusur adalah sebuah berita bagus. Ditangkapnya koruptor kelas kakap juga membuat hati rakyat terhibur. Tapi apa gerangan kandungan infotainment itu sebenarnya?
• Perceraian.
• Perselingkuhan.
• Pacar baru kaum selebriti.
• Sengketa antar artis.
• dan hal-hal tidak penting lainnya.
Perceraian artis. Benarkah hal itu adalah sebuah hiburan? Betulkah perselingkuhan itu nampak manis jika dilakukan oleh orang-orang terkenal? Apakah seorang selebriti yang punya pacar baru memang sebuah berita yang penting untuk diketahui? Apakah sengketa antar artis itu memang enak ditonton?

Information + entertainment. Sebuah formula yang menakjubkan.

Informasi yang menghibur! Duhai, betapa kejamnya orang yang menganggap penderitaan orang lain sebagai hiburan! Seberapa kejikah mereka yang menganggap perceraian sebagai bumbu yang menarik untuk diceritakan? Sesedap apakah berita buruk itu terdengar di telinga mereka?

Hiburan! Entah bagaimana keadaan moral sebuah bangsa yang menganggap kemalangan pribadi orang lain sebagai hiburan. Tidak heran rasanya jika bangsa ini semakin bobrok seperti kursi yang dilahap rayap. Tanya kenapa! Tanya pada siapa?

Jangan bingung jika ada massa berkerumun mengelilingi sebuah mobil yang terbalik karena kecelakaan di jalan raya, namun sedikit sekali yang benar-benar menolong. Jangan heran kalau banyak yang mengurut dada menyaksikan bencana di depan layar televisi, namun menyumbang doa pun tidak. Jangan salahkan siapa-siapa jika korupsi merambah sampai ke tingkat lurah atau bahkan hansip. Janganlah marah melihat orang tua memaki anaknya di depan umum, guru yang menempeleng siswanya di depan kelas, atau preman yang minta duit seenaknya pada para pedagang kaki lima. Jangan penasaran! Semua ini hanya hiburan.

Kenyataannya, memang banyak yang menikmati hiburan celaka semacam ini. Apa yang terjadi jika berita buruk sampai ke telinga? Mengurut dada sambil berujar, “Aduh, kasihan sekali mereka... Andai saya bisa membantu...”

Andai, andai dan andai. Seolah ada saja alternatif atas takdir Allah. Kenyataannya, semua yang diandaikan tidak pernah terwujud, karena memang tidak ada usaha untuk mewujudkannya. Tidak bisa membantu itu wajar dan manusiawi. Tapi lantas bagaimana? Setelah wajah berpaling, tidak ada lagi bekas dari simpati yang tadi membuncah. Jangan lagi membicarakan empati.

Semua orang hanya mengasihani dirinya sendiri. Masalahnya sendiri adalah masalah terbesar di dunia, dan tak ada yang bisa menandinginya dalam kompetisi orang tersial sedunia. Seolah lupa bahwa ucapan itu sebenarnya bisa menjerumuskannya dalam kekafiran, lantaran berani menghujat jalan hidup yang telah Allah pilihkan. Maka, sebagai orang tersial di dunia, satu-satunya hiburan adalah menikmati kemalangan orang lain. Mengapa harus merasa bersalah, jika memang merasa paling susah sejagat?

Jangan pusing-pusing memikirkan mentalitas kacung bangsa kita. Sebabnya sudah jelas. Tidak ada pemimpin yang kuat, karena memang tidak ada yang cukup bernyali. Semua orang sibuk dengan kesulitannya masing-masing. Tidak ada lagi sisa empati untuk orang lain. Kesusahan orang lain adalah makanan lezat yang telah tersaji di atas meja, menunggu tangan-tangan untuk berebut mengambilnya.

Jika engkau mampu menahankan jijik, santaplah bangkai saudaramu itu. Nikmatilah penderitaannya. Saksikan baik-baik! Bagaimana? Lezatkah? Ingin tambah?

Wassalaamu’alaikum wr. wb.
copied from Abdullah Ibnu Abdullah's Note
_________________________________________________________________

Common Mistakes In Ramadan By Sheikh Ahmad Musa Jibril (May Allah hasten his release)

In the Name of Allâh, the Most Beneficent, the Most Merciful
Bismillah Wasalatu wasalam A'la Rasulillah. Ama Ba'ad

Common Mistakes During Ramadan:

1) Focusing on food; to the extent that people begin to worry about eating more then actually fasting. This also goes along with spending tons of money on Iftars even though a person does not need to eat that much food.

2) Making Suhr way before Fajr. Some people eat Suhr a few hours after Tarawih or Isha Salah, this is wrong. It should be eaten closer to the time of Fajr.

3) People don't make Niyyah [intentions] to fast for Ramadhan. This is something in the heart and does not need to be verbal. Also it only needs to be done once, at the beginning of Ramadhan and not every single day.

4) If you find out late that Ramadhan started, you should stop eating and fast for that day, making that day up after Ramadhan/Eid ends.

5) Many people don't think you pray Tarawih on the first night of Ramadhan. They believe you pray it after the first day you actually fast. They forget that the Islamic calendar runs on the moon, maghrib is the start of the new day.

6) Many people believe if you eat or drink on accident this breaks your fast. This is false, if you do this on accident then you continue fasting and do not need to make up the day.

7) Some people take the opinion that if they see someone eating or drinking they should not remind the person that he/she is fasting. According to Shaykh Bin Baz [ra], this is incorrect and it is an order from Allah for us to ordain the good and forbid the evil. Thus we tell the person, because we are forbidding the evil this way.

8) Many sisters believe they cannot use Hennah while fasting. This is incorrect, they are allowed to use it during Ramadhan.

9) Some people believe when you are cooking you cannot taste the food to see if it has the right spices/flavors. This is false, and allowed in Islam as long as the person cooking is not eating the food. Rather they can taste it to see if it needs salt, or more spices.

10) Many people think you cannot use a Miswak or toothbrush during Ramadhan. This is false, for the Prophet [saw] used to use a miswak during Ramadhan. Also you CAN use toothpaste; the reasoning by the scholars is that the Miswak has flavor, thus toothpaste is okay to use [if you are not eating it].

11) Some people make the Fajr Adhan early. They do this so people will stop eating before Fajr and not invalidate their fast. This is wrong and something we should not do.

12) Some people make the Maghrib Adhan late. They do this so people will start eating late, just incase Maghrib has not come in yet. This too is wrong and we should not do this.

13) Many many people believe you cannot have intercourse with your spouse during the whole month of Ramadhan. This is false, you cannot do this only during the times when you are fasting. Between Maghrib and Fajr it is permissible to do.

14) Many women believe that if their period has just ended and they did not make Ghusl, they cannot fast that day [considering their period ended at night, and they went to bed without Ghusl, waking up without having a chance to make it]. This is incorrect, if a women has not made Ghusl she can still fast.

15) Many men believe that if he has had intercourse with his wife and did not make Ghusl [similar to the above] then he cannot fast the next morning. This is also incorrect, for he can fast even if he has not made Ghusl.

16) Some people pray Dhur and Asr prayers together during Ramadhan. (mainly in Arab countries) This is incorrect and should be avoided.

17) Some people believe you cannot eat until the Muadhthin is done calling the Maghrib Adthan. This is incorrect, as soon as he starts a person can break their fast.

18) Many people don't take advantage of making D’ua before they break their fast. This is one of the three times when Allah accepts a person D’ua.

19) Many people make the mistake of spending the later part of Ramadhan preparing for ‘Id, neglecting Ramadhan. This is incorrect and these people lose the concept of what Ramadhan is about.

20) Many parents do not let their children fast during Ramadhan [young children]. This is something counter productive to a child. By allowing him to fast he will grow up to know he must do this act.

21) Many people think Ramadhan is just about not eating and forget about controlling their tempers and watching what they say. In actuality we are supposed to control our tempers and mouths even more during Ramadhan.

22) People often waste their time during Ramadhan. They go to sleep during the day and get nothing done. We should be taking advantage of this blessed month by doing extra Ibadat.

23) Some people don't go on trips or travel during Ramadhan. They think they have to break their fast when traveling. This is actually optional, if you want to break your fast while traveling you can [with making it up later], and if you don't you can continue fasting.

24) Many people who are able don't make I’tikaf at the masjid. We should take advantage of our good health and spend lots of time at the Masjid, especially the last 10 days of Ramadhan.

25) Some people believe they cannot cut their hair or nails during Ramadhan. This is also false.

26) Some people say you cannot swallow your spit during Ramadhan. This too is false. However you cannot swallow mucus that has entered your mouth.

27) Some people say you cannot use scented oils or perfumes during Ramadhan. This too is false.

28) Some people believe bleeding breaks the fast. This is not true.

29) Some people believe if you throw up on accident it breaks your fast. This is not true, however if you do it intentionally it does.

30) Some people think you cannot put water in your nose and mouth during wudhu in Ramadhan. This too is incorrect.

Copied from facebook group " Islam: Submission to God, Peace "
________________________________________________________________

Minggu, 30 Agustus 2009

Merindukan Aki

by Hilyat Hasan
"Poot......poot.......", dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara itu. Sangat khas, cukup lantang dan jelas untuk orang seumuran "aki". Aku dan anak-anak biasa memanggil beliau "Aki pot" karena profesinya sebagai penjual pot bunga dari tanah liat. Usianya entah berapa, karena beliau sendiri tidak tahu tahun berapa kelahirannya. Biasalah mungkin untuk orang-orang jaman dulu jarang ada yang mencatat tanggal kelahiran anak-anak mereka akan tetapi menandainya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari itu. Aki hanya ingat bahwa beliau merasakan pahitnya masa penjajahan belanda dan jepang.
Menilik sosok beliau yang sudah renta dimakan usia dan "kesusahan hidup" kami memperkirkan usia beliau sudah di atas 75an. Saya katakan kesusahan hidup karena Aki pernah menceritakan kondisi beliau padaku dan suami bahwa sudah lama ditinggal wafat sang istri dan tidak memiliki anak, karena anak satu-satunya pun juga sudah menyusul ibunya. Untuk makan sehari-hari, Aki mengandalkan hasil keuntungan penjualan dari pot yang tentu tidak seberapa. Kadangkala tetangga berbaik hati mengantarkan gula dan kopi serta kue atau nasi dan lauk seadanya.....
Begitulah Aki, setiap hari lewat depan rumahku sambil mendorong gerobak berisi pot berbagai ukuran dengan suaranya yang khas. Kadang beliau berhenti di depan rumah sekedar untuk menyapa kami dan anak-anak sekalian istirahat sebentar melepas lelah. Maklum beliau sudah menempuh jarak yang jauh dengan berjalan kaki....15 km dari tempat tinggalnya ke komplek kami.
Bila Aki mampir, anak-anak yang rame memanggilku yang lagi di dalam rumah agar membawakan Aki minuman penghilang haus, meski cuma air putih. Kadang kala (tanpa bermaksud tasmi' ; menyebut-nyebut kebajikan) suamiku menitipkan uang sekedarnya untuk beliau. Disinilah kami melihat sosok Aki sebagai pribadi yang sholeh. Setiap kali menerima titipan suami, maka beliau dengan fasih dan jelas mendo'akan kami berbagai kebaikan. Anak-anak pun dengan perhatian mendengarkan do'a Aki, duduk di dekat beliau di depan pintu rumah kami (Aki tak pernah mau masuk ke rumah kami meski suamiku sedang ada di rumah dengan alasan sungkan dan malu....o betapa lugu dan bersahajanya Aki).Setelah itu anak-anak pasti seru bertanya pada Aki apa saja, rumahnya dimana, jauh nggak, cape nggak jalan jauh......hmm anak-anak melihat mereka sangat menyukai Aki aku heran juga. Karena siapa Aki? kami tidak memiliki pertalian darah atau hubungan apapun kecuali ikatan aqidah.
Sejak kapan keluargaku mengenal Aki? Sepertinya tidak terlalu lama. Awalnya di tahun 2003 atau 2004 waktu aku sakit dan membutuhkan therapy serta perlu rileks tidak kepikiran dengan itu penyakit, dokter menyarankan untuk mencari kesibukan yang ringan dan tidak melelahkan. Salah satunya mengurus tanaman. Entah kebetulan atau memang Aki sudah sering lewat depan rumah menjajakan pot, mulai itulah pertemanan keluarga kami dengan beliau. Mulai dari anakku baru dua orang hingga bertambah jadi lima. Aki rajin menyambangi kami dan menawariku pot yang kuperlukan untuk  bunga-bunga yang kutaruh diteras rumah kami yang tidak seberapa luas. Hingga aku sembuh dari penyakitku (dengan kehamilan anakku yang ketiga) dan pot bungaku sudah terlalu banyak sampai kutitipkan tetangga sebelah rumah ^___^ , Aki tetap rajin lewat atau mampir ke rumah kami, meski aku sudah tidak beli pot beliau lagi.
Terakhir Aki mampir, kupanggil sewaktu lewat dengan dagangannya sepertinya bulan kemarin, tiga minggu sebelum puasa. Kala itu anak-anak yang langsung 'menodong' Aki berdo'a. Maka terdengarlah beliau mendo'akan kami. Terasa sejuk hatiku mendengarkan do'a beliau. Saat itu aku berharap agar pada Ramadlan nanti, Aki mampir lagi ke rumah kami.......
Ini sudah hari ke 9 Ramadlan, tapi kami belum melihat sosok Aki atau sekedar mendengar suaranya sayup-sayup menjajakan dagangannya. "Pooot......pooot....". Ada rindu terselip di dada kami untuk bertemu Aki, berbagi rezeki ala kadarnya untuk beliau, mendengarkan do'a beliau juga melihat sosok beliau. Meski sudah tua dan tentu tidak memiliki tenaga yang kuat, beliau tetap gigih mencari nafkah dengan menjual pot-pot bunga yang bebannya berat tersebut. Aki....mestinya anak-anak muda mesti malu karena tidak seperti Aki. Meski sudah tidak muda lagi, Aki tetap berupaya menafkahi dirinya sendiri walaupun dirasakan sangat berat. Anak-anak muda sekarang yang tidak punya pekerjaan (atau tidak mau susah jadi kuli) hanya menjadi pengamen atau parahnya 'pengemis' dan lebih parah lagi jadi maling, jambret, preman dsb. 
Kala jiwa Islam melekat pada seseorang, maka bisa kita saksikan sosok "Aki" yang tetap gigih diusia senjanya mencari nafkah, tidak bergantung pada orang lain....Aki kami rindu padamu, semoga engkau baik-baik saja dimanapun berada.

Menu Ramadlan (1)



ES DOGER untuk BERBUKA PUASA
Menghidangkan sesuatu yang dingin dan segar utk menu berbuka, memang terasa nikmat kala sudah melewati udara yang terasa panas dan kering. Bagaimana kalau kita memcoba membuat ES DOGER utk hidangan berbuka bagi suami dan anak2 tercinta. Nah berikut resepnya:
Bahan:
50 gr pacar cina, rebus hingga lunak dan tiriskan
100 gr tape ketan hitam
200 gr tape singkong, potong2 dadu
200 gr kelapa muda
1 sdm susu kental manis
750 gr es batu serut
Sirup :
400 ml santan kental
200 ml sirup merah
100 ml air
Cara Membuat Sirup :
Rebus santan kental, sirup merah dan air sampai mendidih. Angkat dan biarkan sampai dingin.
Siapkan gelas saji. Susun pacar cina, tape hitam, tape singkong dan kelapa muda,. Taburi es serut
Tuangkan larutan sirup dan susu kental manis
Sajikan dan selamat berbuka…^__^
*Untuk 6 gelas.
_________________________________________________________________

Sabtu, 29 Agustus 2009

MERAIH KEUTAMAAN BULAN RAMADLAN

by Hilyat Hasan

QS Al Baqarah : 186
“Diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelum kalian agar supaya kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.”
                Ramadlan adalah bulan agung yang penuh berkah dan keemuliaan. Di dalamnya Allah SWT secara khusus mewajibkan bagi setiap mukmin berpuasa dengan tujuan agar menjadi orang yang bertaqwa.
                Pada hakekatnya, setiap mukmin berpeluang mendapatkan pahala yang sangat besar dari setiap amalannya baik fardlu dan sunnah ataupun meninggalkan yang haram dan makruh dengan ganjaran 70 kali pahala bila dilakukan di selain bulan Ramadlan. Subhanallah.
                Dalam puasa Ramadlan setiap mukmin juga berpeluang mendapat ampunan Allah SWT atas dosanya yang telah lalu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda :
"Siapa yang berpuasa pada bulan ramadlan karena keimanan dan mengharapkan keridlaan Allah, akan diampuni dosa-dosa yang terdahulu." (HR. Ahmad dan Ash-habus Sunan).
                Untuk meraih kesuksesan di bulan Ramadlan setidaknya ada 3 hal yang perlu dipersiapkan.
1.       1. Persiapan ilmu
Kita perlu mengkaji kembali hukum-hukum ketentuan puasa dan semua amal yang terkait, sehingga puasa ramadlan dan seluruh amal yang ada di dalamnya tidak akan dijalani sekedar ritual rutin tahunan. Sebab hakekat puasa adalah penghambaan dan pengorbanan untuk Allah.
2.       2. Persiapan aspek ruhiah dan upaya memperkuat keimanan.
Keberhasilan menjalani puasa ramadlan bergantung pada landasan iman dan niat semata-mata untuk mencari ridla Allah SWT.
3.       3. Perencanaan aktifitas di bulan ramadlan
Ini perlu. Supaya tidak ada kesempatan yang terabaikan dan ramadlan bias kita jalani secara maksimal.
               
                Ketiga hal ini bila dikaitkan dengan tujuan dilaksanakannya shaum ramadlan adalah adanya sebuah pemahaman bahwa tujuan dari amalan ramadlan adalah ‘taqarrub’ kepada Allah SWT (mendekatkan diri kepada Allah). Sementara aktifitas taqarrub yang paling dicinta oleh Allah adalah semua aktifitas yang difardlukan kepada hambaNya. Tentunya tidak terbatas pada aktifitas ibadah mahdlah saja. Justru aktifitas fardlu diluar ibadah mahdlah jauh lebih banyak lagi.  Sehingga tidak ada amalan fardlu yang ditinggalkan hambaNya dengan mengerjakan amalan fardlu yang lain.
                Oleh karena itu kesuksesan menjalani proses selama ramadlan hanya akan bisa diraih jika kita memahami Islam secara utuh sebagai sebuah sistem kehidupan. Untuk itu diperlukan aktifitas dakwah yang dapat mewujudkan “kesadaran” akan pentingnya penerapan syari’at Islam secara kaffah. Juga keharusan bagi setiap muslim untuk thalabul ‘ilmi (belajar memahami ajaran Islam) agar mampu meraih predikat  ‘faqih fiddiin’. Inilah aktifitas wajib yang mestinya ada dalam daftar aktifitas setiap muslim selama ramadlan, di samping shiam ramadlan dan ibadah-ibadah fardlu serta sunnah lainnya seperti tarawih, tadarus al Qur’an, ta’jil, I’tikaf, shodaqah dan sebagainya.
________________________________________________________________

Dunia Ibu (1)

Mulianya Menjadi Ibu
Jika ada seseorang yang begitu mulia kedudukannya dalam Islam, maka dia adalah seorang ibu. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak saya perlakukan dengan baik?”  Rasulullah SAW berkata, “Ibumu.” Dia bertanya, “Setelah itu siapa?” Rasulullah kembali menjawab, “Ibumu.” Begitulah hingga bertanya yang ketiga kalinya. “Setelah itu siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu dulu setelah itu bapakmu.” ( HR. Bukhari – Muslim). Penghormatan Islam yang demikian tinggi terlihat dari didahulukannya Ibu oleh Rasulullah SAW hingga 3 kali baru Ayah. Pun dalam hadist berikut :
“ Surga itu dibawah telapak kaki ibu” (HR Akhmad)
Kemuliaan ibu terletak pada perannya dengan hamil, melahirkan, menyusui dan merawat bayinya serta mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Ini bukanlah tugas yang ringan atau sepele, karena ditangannyalah  diberikan tanggung jawab untuk membentuk anaknya menjadi apa kelak. Diperlukan kesungguhan dan pengorbanan serta perhatian penuh dari naluri seorang ibu. Tugasnya mengurus anak-anaknya, memenuhi keperluan mereka serta mendidik dan mengajarkan berbagai hal tentunya tidak bisa begitu saja diserahkan sepenuhnya kepada pengasuh anak atau pembantu rumah tangga. Karena Ibu adalah orang pertama bagi anak-anak untuk memperoleh nilai-nilai kehidupan yang mulia terutama agama.
Rasulullah bersabda :
“Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin di rumah tangganya, dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang istri (ibu) adalah pemimpin di rumah suaminya dan anak-anaknya. Dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”
Hadist ini mengatur peran ayah dan ibu dalam keluarga. Ayah sebagai pemimpin keluarga dan ibu sebagai pengatur (manajer) rumah tangga disamping sebagai guru dan pembimbing untuk anak-anaknya.

Mulianya Peran Ibu
Jika kita membaca Al Qur’an surat Luqman : 14
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu – bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kalian kembali.”
Ada rasa haru yang menyergap bila mengingat ibu telah mengandung janin selama 9 bulan. Hari demi hari ia semakin merasakan beratnya kandungan yang semakin besar. Kemudian ditambah rasa sakit saat melahirkan dalam kondisi lelah, sakit karena mulas/kontraksi, lemah bahkan sulit bernafas hingga lahirlah bayinya.
Tiadalah rasa sakit itu dirasa kecuali demi lahirnya anak yang dia cintai dan ibu kemudian berdo’a kepada Allah agar anak yang baru lahir kelak menjadi anak sehat, saleh dan member warna bahagia dalam hidupnya.
Kemudian disusuinya anaknya selama 2 tahun dalam dekapan dan pelukan hangat sehingga bayi merasa nyaman dan aman serta memberikan rasa percaya diri pada seorang bayi sejak dini.
Begitulah ibu, baginya waktu-waktu yang dia habiskan demi anak-anaknya, melayani dan mengurus mereka hingga mampu mengurus diri mereka sendiri, lebih berharga timbang ia melakukan aktivitas lain meski hukumnya mubah (pilihan yang boleh dilaksanakan, boleh juga tidak) seperti jalan-jalan, shopping, arisan atau sekedar menonton infotainment dan sinetron yang tidak bermanfaat.
Ia akan menjadi orang yang ingin melalui tahap demi tahap pertumbuhan anaknya sejak awal, sejak dalam kandungan, setelah dilahirkan, disusui, diasuh dan dididik dengan sebaik-baiknya. Karena bagi ibu pahala aktivitas tersebut setara dengan pahala pejuang fii sabilillah di garis terdepan peperangan. Ganjarannya adalah surga.
Rasulullah bersabda :
“Wanita yang sedang hamil dan menyusui sampai habis masa menyusuinya seperti pejuang di medan perang fii sabilillah. Dan jika ia meninggal di antara waktu itu, maka sesungguhnya baginya adalah pahala mati syahid.” (HR. Thabrani)
________________________________________________________________

Rabu, 26 Agustus 2009

Berapa Lama Kita di Dunia?

NoteSesungguhnya hidup di dunia itu hanya sebentar. Paling lama mungkin 100 tahun atau lebih sedikit. Tidak ada manusia yang bisa mencapai usia diatas 150 bahkan lebih. Rata-rata kita hanya berusia antara 50-70 tahun. Setelah itu maka kehidupan akhiratlah yang tidak akan pernah berhenti. Maka akan berada dimanakah kita nanti di kehidupan yang sesungguhnya? Surga atau Neraka? Sesungguhnya Jannah itu diberikan Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman dan taat kepadaNya. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan taat kepadaNya adalah orang-orang yang senantiasa menghabiskan waktu dan mengerjakan amalnya untuk mendekatkan dirinya pada Allah. Dengan umur yang hanya sebentar rata-rata tidak sampai seratus tahun, kemanakah dirinya melangkah? Mencari mardlatillah atau sebaliknya mendapat murka Allah. Dunia dan seluruh gemerlap kehidupan di dalamnya hanyalah perhiasan yang nanti ditanggalkan ketika ia kembali kepada penciptanya. Maka genggamlah dunia utk jalan meraih surgaNya. Jangan biarkan dunia justru membelenggu diri kita dengan jebakan-jebakan kelalaian dalam mengingat Allah SWT. Sesungguhnya setiap amal seorang muslim bernilai di mata Allah hanya dengan 2 syarat, yaitu niat ikhlas karena Allah dan sesuai dengan perintah dan laranganNya..
_______________________________________________________________________

Tokoh-Tokoh Orientalis di Indonesia

Penulis: Tiar Anwar Bachtiar
I. Thomas Stamford Raffles
(1781-1826)

Terlahir dengan nama Thomas Raffles, sosok yang sangat dihormati di Inggris dan Singapura ini tidak lahir di lingkungan istana. Ia lahir di lepas pantai Jamaika 6 Juli 1781 dari orang tua yang hanya berprofesi sebagai juru masak di sebuah kapal. Ia pun lahir saat orang tuanya bekerja di geladak Kapal Ann. Namun, sebuat Sir (sebutan bagi bangsawan Inggris) selalu dilekatkan padanya karena jasa-jasanya yang besar bagi pemerintahan Inggris.
Tidak seperti orientalis pada umumnya, Raffles bukanlah seorang ilmuwan an sich. Ia hanya menyelesaikan sekolah biasa di Inggris. Namun, karena keuletan dan kemauan belajarnya yang sangat tinggi, Raffles diterima bekerja sebagai juru tulis di East Indian Company (EIC) pada tahun 1795. Beberapa saat kemudian ia dipromosikan sebagai asisten sekretaris untuk wilayah kepulauan Melayu di perusahaan yang sama. Sejak dipekerjakan di sana, kemampuan bahasa Melayunya terasah.
Sejak tahun 1804, Raffles bertugas di Pulau Penang, Malaysia. Kemudian tahun 1811 ia dikirim pemerintah Inggris pada suatu ekspedisi ke Tanah Jawa sebagai Letnan Gubernur. Karena kecerdikan, keterampilan, dan kemampuannya berbahasa Melayu, Pemerintah Inggris mempercayai Raffles menjadi Gubernur Jendral Hindia-Belanda, pada tahun yang sama setelah wilayah kepulauan Indonesia resmi jatuh ke tangan Inggris dari Prancis. Raffles pun menggantikan Gubernur Jendral William Daendels (1808-1811) utusan Prancis.
Walaupun datang sebagai pejabat, Raffles ternyata sangat senang dengan dunia ilmu pengetahuan. Kegemarannya pada biologi membuat namanya telah dijadikan nama ilmiah bagi sederet tumbuhan dan binatang. Yang paling masyhur adalah rafflesia arnoldi (bunga bangkai). Selain itu, ia pun menaruh perhatian besar pada kebudayaan Melayu dan Jawa. Sepanjang masa tugasnya di kepulauan Melayu dan Jawa, ia mengumpulkan berbagai data tentang sejarah dan kebudayaan di wilayah ini; juga mengenai flora dan fauna yang tidak akan pernah ia lewatkan.
The History of Java adalah magnum opus-nya mengenai segala sesuatu tentang Pulau Jawa, temasuk sejarah dan budayanya. Sekalipun lebih terlihat sebagai laporan atas apa yang ia temukan selama bertugas di Jawa, namun karya ini dianggap sebagai tonggak penting kajian-kajian sejarah dan kebudayaan Jawa dan Indonesia yang dilakukan oleh orientalis-orientalis sesudahnya.
Karya inilah yang mula-mula menganggap kebudayaan Hindu-Budha sebagai fondasi dasar kebudayaan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Karya ini pula yang menginspirasi sarjana-sarjana asing, terutama Belanda, pada masa-masa berikutnya untuk turut menguatkan kesimpulan Raffles tentang posisi kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.
Bagi Raffles, Islam yang disebarluaskan pada masa Walisongo dianggap sebagai ajaran asing. Sekalipun ia mengakui bahwa saat ia bertugas di kepulauan Melayu dan Jawa, Islam merupakan agama yang dianut mayoritas rakyat di kawasan ini, namun Raffles tidak melihatnya sebagai fenomena kultural yang harus digali. Ia justru semakin yakin dengan pengaruh mistik Hindu-Budha pada penguasa-penguasa Muslim. Ia menafsirkan berbagai praktik kultural yang dilakukan oleh penguasa-penguasa Muslim sama seperti penguasa-penguasa Hindu sebelumnya.
Penggambaran kekuasaan raja-raja Islam yang penuh mistik seperti keris bertuah, benda-benda pusaka, dan semisalnya melekat sepanjang tulisannya di The History of Java. Penggambarannya ini mengukuhkan kesan tidak berpangaruhnya ajaran-ajaran Islam yang ia sebut sebagai Mohamedanism ini kepada perilaku kultural masyarakat dan penguasa-penguasa Muslim.
Selain itu, ia pun mengukuhkan kesan perluasan Islam yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan oleh penguasa Islam. Dalam kasus Raden Fatah, misalnya, The History of Java-lah yang mula-mula menceritakan bahwa Demak mendapatkan kekuasaan setelah menghancurkan Majapahit. Dalam cerita itu digambarkan toleransi dan sikap damai Majapahit justru dibalas dengan serangan Raden Fatah yang ‘haus kekuasaan’ hingga Majapahit benar-benar luluh lantak tak bersisa.
Simpatinya pada kebudayaan Hindu-Budha ini juga diwujudkan dengan usaha-usahanya mengeskavasi candi-candi di pulau Jawa yang semula sudah hancur. Atas perintahnya-lah candi Borobudur yang sudah terkubur debu letusan gunung Merapi dibangun kembali dan dijadikan icon Jawa. Sejak saat itulah, tergambar seolah-olah pembangun utama kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan Hindu-Budha. (***) 

II. William Marsden
(1754 – 1836) 

Bagi para Indonesianis, Raffles adalah inspirator sedangkan Marsden adalah peletak dasar kajian ilmiah tentang Indonesia. Karyanya yang paling popular tentang wilayah di kepulauan ini adalah The History of Sumatra (1783). Sama seperti Raffles, Marsden memokuskan karyanya ini pada kebudayaan orang-orang Sumatra seperti Minangkabau, Batak, Aceh, Rejang, Lebong, dan sebaginya.
Jika Raffles meletakkan penelitian sebagai kerja sampingan dari pekerjaan utamanya sebagai pejabat, maka Marsden datang ke Asia Tenggara sebagai seorang Orientalis yang ditugaskan pemerintah Inggris untuk meneliti wilayah ini. Marsden bersahabat baik dengan Raffles dan sama-sama pernah dikirim ke Bengkulu untuk tugas yang berbeda. Saat bertemu di Inggris, Marsden sempat menghadiahkan 5 buah koin gobog wayang yang menjadi salah satu koleksi penting Raffles.
Marsden lahir di Dublin 16 November 1754. Orang tuanya adalah pedagang di kota itu. Sejak usia 16 tahun ia sudah bekerja di sebuah perusahaan multinasional Inggris Eeast Indian Company (EIC) sebagai juru tulis. Ia bekerja di sana sebelum Raffles dan kemudian di kirim ke Bengkulu tahun 1771. Setelah itu, ia dipromosikan sebagai sekretaris utama negara untuk urusan Hinda-Timur yang ditempatkan di Sumatra. Sepanjang berada di Sana, ia melakukan penelitian tentang berbagai hal menyangkut kehidupan masyarakat Sumatra, dari mulai kekayaan alam, kehidupan sehari-hari, kebudayaan, sampai masalah keyakinan. Ia menguasai bahasa Melayu dengan sangat baik.
Sekembalinya dari Sumatra tahun 1779, ia mulai menulis The History of Sumatra dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1783. Karya ini lebih dahulu dibuat daripada The History of Java. Namun, popularitas Raffles membuat The History of Java lebih dahulu dipublikasikan dan dikenal orang sebelum karya Marsden ini. Walaupun demikian, karya Marsden ini sangat penting bagi kajian-kajian keindonesiaan pada masa-masa berikutnya, terutama menyangkut Sumatra. Pada tahun 1834, dua tahun menjelang kematiannya, Marsden diangkat sebagai ketua the Royal Society, sebuah kumpulan kaum intelektual Inggris saat itu. Posisinya ini memberikan pengakuan akan otoritasnya di dunia ilmu pengetahuan.
Sama seperti karya-karya oreintalis pada umumnya, kelemahan mendasar karya Marsden tentang Sumatra ini adalah mengenai framework (kerangka kajian). Marsden terjebak dengan framework kultural Eropa yang telah tersekularisasi saat melakukan eksplanasi menyangkut fenomena-fenomena kultural masyarakat Sumatra yang mayoritas Muslim.
Sepanjang eksplanasinya dalam The History of Sumatra, tulisan Marsden mengesankan bahwa kebudayaan dan kebiasaan sehari-hari yang dipraktikkan masyarakat Sumatra adalah indeginiuos (asli) hasil kreativitas masyarakat Sumatra. Saat menjelaskan mengenai hukum yang berlaku di beberapa kerajaan seperti Minangkabau. Melayu, dan Aceh, Marsden gagal mengungkapkan bahwa hukum-hukum yang berlaku itu merupakan hukum yang diadopsi masyarakat dari syari’at Islam. Bahkan sampai hari ini di masyarakat Minang terkenal ungkapan adat basandi syara’ dan syara’ basandi kitabullah. Marsden sama sekali luput menjelaskan keterkaitan syari’at Islam dengan hukum adat yang berlaku di sebagian besar wilayah Sumatra ini. Alhasil, karya Marsden ini berkontribusi besar dalam memisahkan pengaruh Islam dalam sejarah dan kebudayaan Indonesia, terutama wilayah Sumatra. (***)

III. Cristiaan Snouck Horgonje
(1857-1936)

Orientalis kelahiran Thalen, Ousterhout, Negeri Belanda tanggal 8 Februari 1857 ini adalah orientalis paling kontroversial di Indonesia. Untuk memuluskan tujuannya menggali informasi mengenai umat Islam, ia rela ’berpura-pura’ masuk Islam. Oleh ayah dan kakeknya yang menjadi pendeta Protestan di Belanda ia diarahkan untuk mejadi pendeta. Namun, Snouck tidak kerasan dan memilih meneruskan kuliah di Universitas Leiden jurusan Sastra Arab. Tahun 1875, ia mendapatkan predikat cum laude untuk disertasi doktor dalam bidang Bahasa Semit dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Festival Mekah). Tidak puas dengan studinya di Leiden, tahun 1884 ia pergi Mekah untuk menggali kebudayaan Arab dan berbagai aspek Islam di tempat yang netral dari pengaruh kolonialisme. Namun untuk tujuannya itu, ia rela menyatakan masuk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar.
Di Mekah, ia bertemu dengan seorang tokoh Aceh yang kemudian menjadi antek Belanda, Habib Abdurrahman Zahir. Pertemuannya itu mengubah minatnya belajar bahasa dan kebudayaan Arab kepada masalah-masalah politik kolonial. Dari Zahir, Snocuk mendapatkan banyak bahan mengenai penanganan masalah-masalah Acah. Saran-saran Zahir itu tidak terlalu ditanggapi pemerintah kolonial saat ditawarkan oleh Zahir sendiri. Namun melalui tangan Snouck, barulah pemerintah mau merespon. Bahkan, saat Snouck menawarkan diri untuk meneliti masalah-masalah pribumi, terutama masalah Aceh, pemerintah kolonial menyetujuinya.
Tahun 1889 ia mulai melaksanakan tugasnya melakukan penelitian mengenai aspek-aspek kebudayaan dan keagamaan masyarakat Aceh. Hasil penelitiannya itu kemudian dibukukan setebal 2 jilid dengan judul De Atjeher. Dalam penelitiannya, ia berhasil mendapatkan informasi dari sumber-sumer pertama berkat kepura-puraannya mengaku Islam. Orang-orang Aceh pun percaya karena penguasaannya terhadap bahasa Arab dan penguasaannya terhadap berbagai aspek ajaran Islam. Apalagi, ia pernah dua tahun belajar di Mekah.
Tidak lama setelah pemerintah menjalankan saran-saran hasil penelitian Snuock, Aceh yang selama hampir satu abad penguasaan Belanda atas Indonesia tidak dapat ditaklukkan akhirnya dapat ’ditaklukkan’ juga. Atas jasa-jasanya ini Snouck mendapatkan pujian dan penghargaan besar. Kantor yang disediakan pemerintah Belanda untuk akitivitasnya, yaitu Het Kantoor voor Inlansche Zaken (Kantor Penasihat Urusan-Urusan Pribumi), menjadi kantor yang cukup penting. Bahkan kewenangannya seringkali tumpang-tindih dengan pemerintah lokal setempat.
Sama seperti para pendahulunya, Snouck tetap memperingatkan pemerintah Belanda bahwa Islam berbahaya bagi kepentingan politik kolonial. Namun, banginya tidak semua Islam berbahaya. Hanya umat Islam yang berkesadaran politiklah yang akan mengancam kelangsungan kekuasaan Belanda. Sementara umat Islam yang hanya mengurusi masalah-masalah ibadah tidak akan berbahaya. Oleh sebab itu, pemerintah disarankan agar mendukung setiap kegiatan umat Islam yang berkaitan dengan masalah ibadah sehari-hari.
Seperti dicatat Bernhard van Vlakke dalam The History of Nusantara, Snouck pula yang memperingatkan bahwa pada dasarnya masyarakat Islam Indonesia adalah masyarakat yang ramah dan tidak suka amok (protes). Yang suka menyulut amarah mereka adalah mereka yang sudah pulang dari Mekah dan membawa paham ”Mekah” yang keras. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal stigma jelek terhadap alumni-alumni Timur Tengah dan ajaran-ajaran Muhammad ibn Abdul Wahab yang oleh para Orientalis diberi julukan Wahabi. Kedua saran di antara sekian banyak saran Snouck yang lain di atas, rupanya sampai saat ini masih dijadikan standar penguasa dalam memperlakukan umat Islam. Padahal semestinya, saran itu hanya cocok untuk para penguasa penjajah yang memusuhi umat Islam, bukan pemerintah yang berasal dari dalam diri umat Islam sendiri. (***)

Doa dan Dzikir Paling Shahih Saat Berbuka Puasa

Oleh: Badrul Tamam Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah, keluarga dan para ...